Masih jelas di ingatanku ketika kaki-kaki ini berjalan menerabas rerumputan liar yang tumbuh merana di pinggiran jalan, diantara celah-celah batu obsidian yang saling bertumbukan ketika terik matahari membakar. Jalan itu menjadi satu satunya akses penghubung dari satu rumah dengan rumah yang lain.
Meskipun kondisinya masih
berbatu,tapi keberadaan jalan itu sangat disyukuri oleh masyarakat
setempat. Sebab ini merupakan wujud pembangunan didesa tersebut yang paling
dirasakan oleh masyarakat. Kebetulan karena di desa tersebut tingkat kepadatan
penduduknya masih sangat rendah, sehingga jarak antara satu rumah dengan rumah
yang lain masih terbilang cukup jauh, ini menjadi sebuah tantangan bagi saya
dalam menyukseskan hajat Negara sepuluh tahunan tersebut. Sebuah Pencatatan
Penduduk serentak di seluruh wilayah
Indonesia atau istilah resminya disebut Sensus Penduduk Tahun 2020.
Sedikit saya perkenalkan mengenai wilayah kerja statistik (Wilkerstat)
tempat saya bertugas dalam misi pencatatan penduduk ini bertempat di kecamatan
Bula Barat kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku, tepatnya didesa
Waisamet. Sebuah desa dengan lingkup geografis berupa areal pertanian yang didominasi
oleh persawahan. Dengan kondisi alam pedesaan yang masih alami. Hal ini sangat
berpengaruh dalam membentuk karakter dan mindset masyarakat setempat dikehidupan
sehari-harinya.
Tak terlepas dari itu,sikap mereka sebagai responden dalam
menerima kedatangan petugas sensus telah menorehkan banyak kisah menarik bagi
saya.Ada beragam respon yang sudah saya rangkum dalam tulisan ini.
Sebagai prolog saya ingin menyampaikan
bahwa Sensus Penduduk Tahun 2020 dilaksanakan menggunakan sistem yang
berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya.Dilaksanakan ditengah
pandemik,sehingga mengharuskan pemerintah untuk melakukan berbagai strategi dan
penyesuaian melalui Badan Pusat Statistik di setiap daerah sebagai
pelaksananya.
Adanya penyesuaian terhadap regulasi ini bertujuan agar tidak
menciptakan kluster baru penyebaran Covid-19.Menggunakan system DOPU (Drop
Off Pick Up) atau yang bisa saya analogikan seperti sistem jemput bola
tanpa menendang.
Kedatangan saya dari rumah ke rumah sebagai petugas sensus telah mengundang
banyak kecurigaan dari masyarakat.Pasalnya,dengan menggunakan berbagai
perlengkapan protokol kesehatan layaknya petugas medis yang akan melakukan uji rapid
test ,banyak yang memandang aneh dengan tampilan tersebut.
Bertemu responden, berbincang, dan bercengkrama menjadi sesuatu
hal yang tak terhindarkan dalam pencacahan penduduk tersebut. Tujuannya tak lain
adalah supaya dapat memperoleh data sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Hal ini
dilakukan karena saya tidak bisa memaksa responden yang memiliki keterbatasan
untuk mengisi kuesioner secara mandiri. Apabila dipaksakan dikhawatirkan dokumen
akan rusak, hilang, atau data yang diisi tidak lengakap.
Suatu ketika setelah saya mendatangi ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS)
untuk melakukan konfirmasi penduduk di SLS tersebut. Kemudian saya langsung
melakukan pengecekan sekaligus penyerahan dokumen secara door to door
dan membantu pengisian dokumen C1 yang sudah saya berikan. Saat proses pengisian
kuesioner banyak sekali respon dari masyarakat yang saya terima.
Tak sedikit
responden yang bertanya kepada saya “mas, pendataan seperti ini untuk
dapat bantuan ya. ” Ada juga mereka yang bertanya dengan nada mengeluh, “mas ini
pendataan ini untuk apa ya ? Kalau Cuma didata tapi giliran ada bantuan saya
tidak pernah dapat, toh percuma saja.” Ada juga responden yang menanyakan dengan
polosnya,
“Mas, ini Sensus Penduduk kok pakai buku nikah segala ?” Sesekali ada yang bertanya dengan nada yang
menjengkelkan “Lho ini Sensus kok nanya-nanya rumah, wong saya masih
tinggal sama mertua. Memangnya pemerintah mau kasih bantuan rumah ?” bahkan
beberapa masyarakat bertanya sambil mengkait-kaitkan isu politik “Mas, pendataan untuk pilkada ya? ”
Selain dari beragam pertanyaan dan komentar
diatas ada banyak sekali respon masyarakat yang menurut saya kurang
mengenakan. Tentu saya memahami ini sebagai bentuk ketidaktahuan masyarakat
akibat rendahnya akses informasi yang mereka terima. Sebagai kepanjangan tangan
dari BPS saya berkewajiban untuk memberikan pemahaman yang baik dan professional.
Apalagi
ditengah pandemik seperti ini banyak sekali masyarakat yang mengalami kesulitan
ekonomi. Ada pemahaman di masyrakat yang mengatakan bahwa pendataan ini sebagai
bentuk pemutakhiran data penerima bantuan sosial.Bisa dibayangkan jika
pemahaman seperti ini dimiliki oleh seluruh responden,itu artinya saya harus
menjelaskan perihal tersebut kepada semua responden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar