Minggu, 01 November 2020

Perjalanan Mencatat Indonesia, Mencari Makna Sebuah Data dari Ujung Timur Indonesia

 



Masih jelas di ingatanku ketika kaki-kaki ini berjalan menerabas rerumputan liar yang tumbuh merana di pinggiran jalan, diantara celah-celah batu obsidian yang  saling bertumbukan ketika terik matahari membakar. Jalan itu menjadi satu satunya akses penghubung dari satu rumah dengan rumah yang lain.

Meskipun kondisinya masih berbatu,tapi keberadaan jalan itu sangat disyukuri oleh masyarakat setempat. Sebab ini merupakan wujud pembangunan didesa tersebut yang paling dirasakan oleh masyarakat. Kebetulan karena di desa tersebut tingkat kepadatan penduduknya masih sangat rendah, sehingga jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain masih terbilang cukup jauh, ini menjadi sebuah tantangan bagi saya dalam menyukseskan hajat Negara sepuluh tahunan tersebut. Sebuah Pencatatan Penduduk  serentak di seluruh wilayah Indonesia atau istilah resminya disebut Sensus Penduduk Tahun 2020.

Sedikit saya perkenalkan mengenai wilayah kerja statistik (Wilkerstat) tempat saya bertugas dalam misi pencatatan penduduk ini bertempat di kecamatan Bula Barat kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku, tepatnya didesa Waisamet. Sebuah desa dengan lingkup geografis berupa areal pertanian yang didominasi oleh persawahan. Dengan kondisi alam pedesaan yang masih alami. Hal ini sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan mindset masyarakat setempat dikehidupan sehari-harinya.

Tak terlepas dari itu,sikap mereka sebagai responden dalam menerima kedatangan petugas sensus telah menorehkan banyak kisah menarik bagi saya.Ada beragam respon yang sudah saya rangkum dalam tulisan ini.

Sebagai prolog saya ingin menyampaikan  bahwa Sensus Penduduk Tahun 2020 dilaksanakan menggunakan sistem yang berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya.Dilaksanakan ditengah pandemik,sehingga mengharuskan pemerintah untuk melakukan berbagai strategi dan penyesuaian melalui Badan Pusat Statistik di setiap daerah sebagai pelaksananya.

Adanya penyesuaian terhadap regulasi ini bertujuan agar tidak menciptakan kluster baru penyebaran Covid-19.Menggunakan system DOPU (Drop Off Pick Up) atau yang bisa saya analogikan seperti sistem jemput bola tanpa menendang.

Kedatangan saya dari rumah ke rumah sebagai petugas sensus telah mengundang banyak kecurigaan dari masyarakat.Pasalnya,dengan menggunakan berbagai perlengkapan protokol kesehatan layaknya petugas medis yang akan melakukan uji rapid test ,banyak yang memandang aneh dengan tampilan tersebut.

Bertemu responden,  berbincang, dan  bercengkrama menjadi sesuatu hal yang tak terhindarkan dalam pencacahan penduduk tersebut. Tujuannya tak lain adalah supaya dapat memperoleh data sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan karena saya tidak bisa memaksa responden yang memiliki keterbatasan untuk mengisi kuesioner secara mandiri. Apabila dipaksakan dikhawatirkan dokumen akan rusak, hilang, atau data yang diisi tidak lengakap.

Suatu ketika setelah saya mendatangi ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS) untuk melakukan konfirmasi penduduk di SLS tersebut. Kemudian saya langsung melakukan pengecekan sekaligus penyerahan dokumen secara door to door dan membantu pengisian dokumen C1 yang sudah saya berikan. Saat proses pengisian kuesioner banyak sekali respon dari masyarakat yang saya terima. 

Tak sedikit responden yang bertanya kepada saya “mas, pendataan seperti ini untuk dapat bantuan ya. ” Ada juga mereka yang bertanya dengan nada mengeluh, “mas ini pendataan ini untuk apa ya ? Kalau Cuma didata tapi giliran ada bantuan saya tidak pernah dapat, toh percuma saja.” Ada juga responden yang menanyakan dengan polosnya,

“Mas, ini Sensus Penduduk kok pakai buku nikah segala ?” Sesekali ada yang bertanya dengan nada yang menjengkelkan “Lho ini Sensus kok nanya-nanya rumah, wong saya masih tinggal sama mertua. Memangnya pemerintah mau kasih bantuan rumah ?” bahkan beberapa masyarakat bertanya sambil mengkait-kaitkan isu politik “Mas,  pendataan untuk pilkada ya? ” 

Selain dari beragam pertanyaan dan komentar diatas ada banyak sekali respon masyarakat yang menurut saya kurang mengenakan. Tentu saya memahami ini sebagai bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat rendahnya akses informasi yang mereka terima. Sebagai kepanjangan tangan dari BPS saya berkewajiban untuk memberikan pemahaman yang baik dan professional.

Apalagi ditengah pandemik seperti ini banyak sekali masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Ada pemahaman di masyrakat yang mengatakan bahwa pendataan ini sebagai bentuk pemutakhiran data penerima bantuan sosial.Bisa dibayangkan jika pemahaman seperti ini dimiliki oleh seluruh responden,itu artinya saya harus menjelaskan perihal tersebut kepada semua responden.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELAJAR KAYA DARI MILIARDER HONGKONG, PEMILIK DAN EKS CHAIRMAN CK HUTCHISON HOLDINGS; LI KA SHING

Baru-baru ini Forbes kembali merilis daftar 50 orang terkaya di Hongkong tahun 2022. Menurut Laporan Forbes, total kekayaan gabungan dari 50...