Tentu kami semua berharap dengan vaksin itu pandemi akan segera berakhir dan dunia akan memasuki babak baru yang disebut new normal dan segala aktivitas akan kembali seperti sediakal termasuk proses perkuliahan.
Eittss…kalo menyinggung soal perkuliahan dimasa pandemi nih ya.Ada beragam kisah menarik yang ingin aku bagikan ke temen-temen.Bahkan kisah ini pernah masuk dalam nominasi lomba juga lho,yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga pemerintah yang kredibel menangani urusan data.Penasaran ?? Kuy kita simak dibawah ini.
Halo,sebelumnya aku perkenalkan dulu nih.Nama saya Utomo Nursekhah (Eh kok jadi formal begini sih) saya adalah satu dari sekian banyak penerima manfaat Etos id yang saat ini berkuliah di Universitas Pattimura jurusan teknik sipil.
Pandemi ini bukan saja dirasakan dan memberikan dampak besar kepada para pelaku usaha UMKM maupun buruh yang bekerja diberbagai sector industry dan manufaktur.Hal ini juga dirasakan oleh sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai petani.Salah satu permasalahan yang dihadapi petani saat pandemi adalah sulitnya memasarkan hasil pertanian mereka karena akses transportasi yang sangat dibatasi.
Termasuk didaerahku yang mana untuk mengangkut hasil panen petani sangat bergantung pada akses laut berupa kapal, baik untuk moda penyeberangan antar pulau dalam satu provinsi maupun lintas provinsi.Tentu kondisi ini sangat memukul perekonomian keluargaku.Ditambah lagi dengan beban ekonomi yang lain.Tapi saya selalu percaya bahwa kesulitan diciptakan agar dapat dipertemukan dengan kemudahan dan dapat diambil hikmah dari itu semua.(sedikit anti mainstream nih.kalo yang ini kan:setiap kesulitan pasti ada kemudahan.sudah biasa.hehe..)
Berkah dibalik itu semua,akhirnya saya mendapat panggilan telepon yang tidak diduga-duga waktunya.Sebuah panggilan yang secara spontan membuatku berteriak kegirangan “Yes,akhirnya dapat proyek ! ”Ya panggilan itu dari kantor BPS (Badan Pusat Statistik) kabupaten Seram Bagian Timur yang mengonfirmasi kesiapan saya untuk terlibat dalam moment pencatatan penduduk terbesar di Indonesia,Sensus Penduduk tahun 2020.
Oh iya kebetulan saya sudah menjadi mitra BPS sejak 2018 yang lalu sehingga tanpa perlu melewati serangkaian tes seperti halnya yang harus dilakukan oleh setiap calon petugas sensus pada umumnya,saya dapat memastikan satu tempat untuk daftar nama petugas sensus yang akan bertugas.
Tentu dengan nada suara yang mantap saya menyanggupi tawaran tersebut.Hal ini tidak terlepas karena proses perkuliahan yang masih berjalan secara online. Saya melihat bahwa ini bukan saja menjadi solusi keuangan keluarga selama pandemi tetapi ini juga akan menambah track record pengalaman saya bekerja di lingkup BPS.
Sebagai konsekuensi saya harus segara kembali ke kampung halaman untuk menunaikan kewajiban yang sudah saya ikrar kan dalam secarik surat perjanjian kontrak kerja yang dibubuhi tanda tangan diatas materai.
Babak baru dimulai,ketika proses pencacahan penduduk baru berlangsung beberapa hari.Kegiatan perkuliahan aktif semester genap juga berjalan.Ditengah beban kerja yang masih sangat banyak, saya terus digempur dengan pertemuan kuliah yang tidak mau kalah padatnya.
Belum lagi kedua-duanya bersamaan dengan moment Youth Inspiration Camp (YIC) sehingga hal ini menyebabkan focus pikiran saya berantakan.Apakah saya harus menyelesaikan pekerjaan terlebih dulu atau ikut perkuliahan online secara maksimal.
Satu hal lagi yang membuat kepala saya puyeng adalah permasalahan teknis untuk proses perkuliahan online yang tidak mendukung.Baik dari perangkat perkuliahan seperti gawai yang sudah tidak memadai dan suka tiba-tiba mematikan dirinya sendiri ketika baterai baru digunakan beberapa saat.
Maupun dari persoalan teknis diluar kendali manusia,seperti listrik yang dalam sehari bisa mati lebih dari 5 kali atau kadang mati sekali ,tapi kemudian 1 sampai 2 hari baru hidup.Dan ini terjadi bukan hanya sekali tapi sering.Memang saya cukup memaklumi dengan kondisi PLN di kabupaten terpencil ini.Sesekali sambil merutuki meteran listrik yang tidak bersalah yang tertempel di dinding rumah bagian depan ketika listrik belum juga hidup menjelang hari mulai gelap.
Dan hari mulai gelap,bukan saja meteran listrik yang menjadi sasaran empuk ocehan saya sambil meluapkan seluruh kekesalanku pada hari itu,Bupati,dan pejabat-pejabat public tingkat daerah juga tidak dapat lepas dari amukan batin ku yang berisi kemarahan.Sampai-sampai saya berpikir,dimana letak sila kelima,keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia itu.
Apakah sudah gugur bersama nawacita yang sudah raib ditelan hiruk pikuk isu politik di tanah air ?atau mungkin sudah tergadai dengan Foreign Direct Investment melalui proyek OBOR (One belt One Road) nya China.Atau mungkin ??? Ah sudahlah ,aku tidak mau berspekulasi terlalu jauh.Barangkali kalo dimasukkan dalam delik ujaran kebencian saya sudah melanggar pasal itu.
Bukan karena persoalan listrik yang mati dan masalah berhenti sampai disitu.Tapi masalah jaringan juga ikut terganggu dengan mati nya pasokan listrik tersebut.Sudah jaringan dari sono nya kurang kenceng eh ditambah listrik mati jadi semakin memperparah jaringan internet saat itu.Belum lagi dengan tugas-tugas perkuliahan yang semakin banyak menunggu gilirannya untuk disapa.
Barangkali tugas-tugas perkuliahan ku juga cemburu melihat perhatianku yang terlalu berfokus pada tumpukan form C1 data penduduk yang tiap malam aku kencani.Dalam hati aku berfikir ah bodo amat,aku harus fokus,focus,dan focus.Eh kayaknya redaksi katanya kurang tepat.Aku harus kerja,kerja,dan kerja.
Begitu keliatan nya lebih perfeksionis dan sedikit manis untuk dicitrakan.Dalam kondisi seperti ini ada satu kalimat yang selalu membekas dalam ingatan ku selama mengikuti pembinaan di Etos. “Bukan etoser kalau tidak bisa menyelesaikan masalah”kira itulah kalimat yang selalu memacu semangatku ketika sedang menghadapi persoalan yang kompleks dan butuh visualisasi batin yang mendalam seolah-olah semua permasalahan telah saya selesaikan.
Akhirnya persoalan tugas saya kerjakan pada malam hari dan dikirim pada pagi dini hari sekitar subuh.karena pada jam-jam itulah jaringan internet sedang bagus-bagusnya serta bebas dari client atau pengguna internet yang malas bangun pagi atau masalah listrik yang padam pada siang hari.Alhasil persoalan tugas terselesaikan.
Berikutnya tinggal mengatur jam kerja sensus dilapangan dengan jadwal kuliah tatap muka online.Beberapa kali juga pernah hadir perkuliahan sambil mencuri-curi waktu senggang meski hanya beberapa menit.Hari-hari berikutnya akhirnya bisa berjalan seimbang dan sampai di penghujung bulan.
Tandanya hasil pekerjaan harus segara diserahkan kepada Kordinator Sensus Kecamatan (Koseka).Dan saya harus segara kembali ke kota Ambon untuk melanjutkan segala aktivitas akademik.Akhirnya perkuliahan aman,pekerjaan lancar,dan beberapa bulan kemudian saya mendapat informasi bahwa honor sudah dapat diambil dan dompet tebal.Eh kok jadi gak pas gitu sih.Aku ulangi yah.Akhirnya perkuliahan aman,pekerjaan lancer,dan dompet pun tebal (hehe…sombong amatt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar